New York, Kutip.co – “Everywhere in the world, music enhances a hall, with one exception: Carnegie Hall enhances the music.”
Kutipan ini dikatakan oleh Isaac Stern, seorang pemain sekaligus edukator biola terkenal dan menjadi tokoh penting dalam sejarah legendaris Carnegie Hall.
Pengalaman Beatrice Jean Cosolata Gobang dalam penampilan perdananya di Carnegie Hall New York City pada penghujung tahun 2022 ini menggambarkan hal yang dikatakan Stern: sebuah pengalaman yang tidak bisa tergantikan momennya, pentasnya, dan pembelajarannya.
Pencapaian ini adalah salah satu buah ketekunannya berlatih termasuk berlatih pentas.
Carnegie Hall merupakan gedung konser kelas dunia yang menjadi tempat pentas berbagai musisi dari berbagai negara, mulai dari musisi kelas dunia yang legendaris sampai anak-anak yang sedang belajar musik berbagai instrumen.
Gedung yang dibangun tahun 1891 telah menjadi situs bersejarah sejak 1964 dan berdayapikat di kota New York. Carnegie Hall menjadi Landmark New York City sejak 1967.
Mengharumkan nama negeri dengan talenta yang dimiliki adalah impian banyak orang. Baik yang senior maupun yang berusia muda bersemangat memberikan yang terbaik untuk mengharumkan nama negaranya.
Kehadiran Beatrice Consolata di ibukota dunia seperti New York City seakan ikut merayakan pengalaman bermusiknya sejak dini, langkah demi langkah pentas, pengalaman, dan pembelajaran.
Belajar dan latihannya berhasil membawanya pada penghargaan American Protégé Romantic Music International Competition 2020 dan Golden Classical Music Awards International Competition 2021, dan mengantarnya pada pentas apreasiasi di Weill Recital Hall, Carnegie Hall. Pada Desember 2021, Beatrice mengikuti London Young Musician Awards (LYM) musim kompetisi 2021-2022.
Pada musim kompetisi Season 3 dan Season 4, Beatrice memperoleh lebih dari tiga penghargaan kategori pentas vokal untuk empat lagu yang ditulis oleh para komposer dari era musik klasik, era musik romantik, dan era musik moderen. Untuk lagu era musik moderen, Beatrice membawakan tembang puitik Indonesia berjudul Gita Malam (Badjuri, Djauhari).
Pertama kalinya tembang puitik Indonesia hadir di London Young Musician Awards. Persembahan Gita Malam melengkapi sajian Ave Verum Corpus (Mozart), Lachen und Weinen (Schubert), dan Nel cor più non mi sento (Paisiello). Menutup musim kompetisi LYM 2021-22, Beatrice menempati posisi lima besar World Top 50 Musicians Award.
Beatrice, yang dikenal dengan nama panggung Beatrice Consolata, mengenal dunia musik sejak usia dini bawah lima tahun. Beatrice kecil pertama kali belajar alat musik biola di Community Music Center Jakarta.
Saat itu ukuran biolanya masih 1/16. Sekarang ia bermain biola berukuran 4/4. Pada usia lima tahun didampingi orangtuanya, Beatrice mengikuti Konferensi Musik Internasional di Taipei Taiwan (5th Asian Suzuki Music Conference).
Ia aktif mengikuti resital, konser, konferensi, dan masterclass yang diadakan oleh Suzuki Music Association of Indonesia. Sebelum menginjak usia sembilan tahun, Beatrice sudah mengikuti konferensi internasional 10th European Suzuki Music Convention di Davos Swiss 2015 dan 6th Asian Suzuki Music Convention di Denpasar Indonesia 2016.
Suaranya khas, Jernih seperti kristal. Perhatian penuh pada apa yang sedang dikomunikasikan. Ruang ekspresi dalam komunikasi masih bisa dimanfaatkan lebih eksploratif.
Itu contoh sebagian catatan komentar para pemerhati dan penilai pentasnya. Dalam hal ini, jika bicara tentang suara “emas”, itu adalah relatif karena ia merupakan hasil belajar, olah dan produksi suara, pengalaman pentas, dan tentunya kecenderungan pada karakter spesial dari setiap orang. Ini membuatnya ingin menyelami dunianya lebih eksploratif dan mendalam.
Saat ini Beatrice belajar bermusik melalui instrumen suara (vokal), biola, dan piano. Beatrice berterima kasih kepada banyak guru yang telah membimbingnya sejak usia dini. Untuk pengenalan pada vokal klasik, ia belajar di The Resonanz Music Studio (TRMS) dibimbing oleh Valentina Nova.
Saat ini Beatrice berguru vokal dengan Aning Katamsi di TRMS. Selain vokal, ia belajar instrumen biola dibimbing oleh Giovani Biga, dan piano dibimbing oleh Harimada Kusuma di Jakarta Conservatory of Music. Selain itu, sejak 2018 Beatrice adalah anggota The Resonanz Children’s Choir (TRCC) dibimbing oleh pelatih Luciana Oendoen, David Chendra Hartono, dan Rainier Revireino. Bersama TRCC, Beatrice ikut ajang Bali International Choir Festival 2022 dan menggondol gelar juara pertama untuk dua kategori.
Pencapaiaan hingga saat ini tentu mendapat dukungan penuh dari banyak pihak: Ibu dan Bapak Guru, Pimpinan Sekolah, serta Lembaga/Perusahaan, dan Keluarga Besar. Untuk semua dukungan itu, Beatrice dan keluarga menyampaikan terima kasih sebesarnya. Ad Maiorem Dei Gloriam.
Dukungan juga diperoleh dari para pimpinan dan pemerhati pengembangan talenta generasi muda dalam persiapan untuk pentas perdana di Carnegie Hall pada 19 dan 27 Desember 2022. Secara khusus terima kasih kepada Perusahaan Listrik Negara (PT PLN Persero) sebagai sponsor utama.
Pentas Beatrice Consolata di Carnegie Hall juga mendapat dukungan kurasi dan mitra media sosial dari Pusat Prestasi Nasional, dukungan manajemen CIS School of Innovation, dan dukungan dari Bank Rakyat Indonesia.
Terhitung sejak tahun 2020, Beatrice memperoleh lima kali kesempatan tampil di Carnegie Hall. Kesempatan perdananya tampil di Carnegie Hall telah dimungkinkan berlangsung pada 19 Desember 2022 ini, dalam resital penghargaan Golden Classical Music Awards Ceremony. Hal ini terkait dengan penghargaan untuk Beatrice sebagai penerima “First-Prize & Exceptional Young Talent Special Prize of 2021 Golden Classical Music Awards”.
Dalam Golden Classical Music Awards Ceremony tersebut, Beatrice membawakan tembang puitik berbahasa Jerman berjudul Schwanenlied yang diciptakan oleh Fanny Mendelssohn-Hansel. Tembang Schwanenlied atau tembang angsa ini berbasiskan lirik puitik penyair dan kritikus sastra Jerman bernama Heinrich Heine.
Saksikan dan simak keseruan pengalamannya pada kanal Instagram @beatriceconsolata. Debut Carnegie Hall adalah sesuatu! (*)