BULUKUMBA, KUTIP.co -Wakil Ketua II DPRD Bulukumba, H. Patudangi angkat bicara terkait kisruh infaq Jamaah Haji Bulukumba.
Patudangi menyebutkan, bahwa berkaitan dengan pemberlakuan infaq di Baznas, menurut dia, itu dipastikan sudah diatur dalam aturan Bupati (Perbub).
“Soal Perdanya, kalau mau tahu, silahkan tanyakan di Kesra”, kata Patudangi saat ditemui di kantornya.
Ditanya soal bagaimana tanggapan DPRD soal apa yang disampaikan oleh calon Jamaah Haji Bulukumba ini. Patudangi mengakui bahwa aspirasi masyarakat perlu untuk didengar dan ditindak lanjuti.
Saya kira itu perlu didengarkan dan dipertimbangkan, tapi memang perlu juga didengarkan apa tujuannya pungutan seperti ini.
“Baznas kan sudah menyampaikan juga tanggapannya soal pengutan infaq tersebut,” kata dia menambahkan.
Kendati demikian kata Sekertaris Partai Gerindra itu, terkait adanya pungutan ini, perlu dilakukan sosialisasi yang massif kepada para calon jamaah Haji.
Olehnya itu, agar kisruh ini tidak terlalu bias. Patudangi menyarankan kepada Kesra Bulukumba agar mempertemukan semua pihak yang terkait untuk membahas hal ini.
“Kesra harus mengambil sikap, pertemukan itu calon jamaah haji bersama Baznas dan Kemenag, biar memberikan penjelasan secara langsung mengenai pungutan infaq tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Ahmad Saleh selaku CJH asal Bulukumba ini mengaku, bahwa memang sebelumnya tidak ada sosialisasi dari pihak terkait, yang ada hanya blanko dengan nilai RP. 1.000.000 diserahkan.
“Mestinya ada surat masuk, supaya bisa menjelaskan mulai dari dasar penarikannya hingga, dan apakah itu Perda atau Perbub”, kata Ahmad Saleh saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, bahwa yang namanya infaq itu kan tidak ada nominal, itu sesuai dengan keikhlasan pemberi infaq.
Dia juga mengaku, bahwa dirinya tidak mempersoalkan uang infaq itu mau digunakan untuk apa nantinya, melainkan dia mempersoalkan terkait munculnya dengan tiba-tiba blanko tersebut tanpa ada sosialisasi sebelumnya.
“Tidak boleh juga dijadikan dasar terkait kebiasaan pungutan, bahwa ini ada sejak Pemerintah pak Patabai Pabokori, itu bukan dasar. Yang harus menjadi dasar itu adalah, apakah dia berbentuk Undang-undang atau Perda,” cetusnya.
Ditambahkannya, bahwa jika itu dalam bentuk perda, kapan disosialisasikan.
“Ini paling bahaya kalau mengubah status infaq menjadi wajib, karena Baznas tidak punya kewenangan sedikitpun untuk mengubah dari Sunnah menjadi wajib, itu infaq boleh saja, selama objek mau dan tidak boleh dipaksa, kalaupun dia mau, terserah besarannya berapa. Tidak boleh dipatok begitu bahwa 1 juta,”cetusnya.
Sementara itu, menanggapi surat terbuka dari calon jamaah haji (CJH) Bulukumba yang mempersoalkan penarikan infaq calon jamaah haji di Kab. Bulukumba, Ketua Baznas Kab Bulukumba, Ust Kamaruddin menyampaikan, bahwa kebijakan Infaq Jamaah Haji ini bukan hal baru di Bulukumba maupun di daerah-daerah lain.
“Kebijakan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, sejak era Pak H. A. Patabai Pabokori. Pun, infak haji ini berlaku pula di setiap kabupaten/kota, di Sulsel, dan beberapa provinsi lain,” kata Kamaruddin. Sabtu, 21 Mei 2022.
Diakuinya juga, bahwa dulunya nfak haji tersebut dikelola oleh BAZ, dibawah Kementerian Agama.
“Sekarang, seiring dengan telah terbentuknya BAZNAS di Bulukumba, pengelolaan infak Haji ini diamanahkan kepada Baznas Kab Bulukumba dibawah koordinasi Pemda Bulukumba dan Kementrian Agama Kab. Bulukumba,” ucap dia menambahkan.
Mantan Ketua MUI Kec. Bulukumpa itu menjelaskan, bahwa yang berbeda adalah besarannya.
“Di zaman Pak H. A. Patabai sekitar Rp.300.000 per jamaah. 2017 sekitar Rp. 400.000, kemudian pada tahun 2018 menjadi Rp.500.000 per jamaah,” cetusnya.
Kemudian pada tahun 2019, sesuai hasil rapat Rapat Koordinasi antara BAZNAS Kabupaten/kota se Sulawesi Selatan, jumlahnya menjadi Rp. 1.000.000 jamaah, pun sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi antara Pemda, Kemenag, BAZNAS dan MUI Kabupaten Bulukumba.
“Jadi jumlahnya sesuai hasil RAKORDA BAZNAS kab/kota se Sulsel, dan berdasarkan hasil dari Rakorda ini pihak Baznas Kab/kota se Sulsel merekomendasikan untuk nominalnya diseragamkan,” urainya.
Jadi intinya infaq ini bukan kali pertama diterapkan di Bulukumba, tapi sudah berjalan sejak puluhan tahun sebelumnya.